Laporan iskandar
DENPASAR | KompasX.com – Publik dikejutkan oleh viralnya pemberitaan terkait dugaan intimidasi terhadap seorang wartawan media Radar Bali (Jawa Pos Group) oleh oknum Polwan anggota Propam Polda Bali berinisial Aipda PEA, yang didampingi seorang pria bernama I Nyoman alias Dede, yang juga mengaku sebagai wartawan namun diduga kuat sebagai pelaku intimidasi.
Menanggapi hal ini, Kapolda Bali dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya tidak akan mentoleransi segala bentuk pelanggaran, apalagi jika itu mencoreng marwah institusi kepolisian. Dalam komunikasi via WhatsApp dengan awak media pada 2 Juli 2025, Kapolda menegaskan bahwa "Jika anggota saya jelek, maka itu mencerminkan kepemimpinan institusi. Saya tidak akan diam."
“Kami pastikan, jika terbukti bersalah, oknum tersebut akan ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku — tanpa tebang pilih,” tegas Kapolda Bali.
Langkah Tegas Institusi: Pemeriksaan, Bukti, dan Sanksi
Polda Bali telah mengambil langkah cepat dengan memulai pemeriksaan internal terhadap oknum Polwan yang diduga terlibat dalam kasus intimidasi. Proses pengumpulan bukti juga tengah berjalan guna memastikan bahwa tindakan hukum dilakukan secara objektif dan adil.
Jika terbukti bersalah, oknum Polwan tersebut dapat dikenakan dua jenis sanksi:
1. Sanksi Disiplin: Sesuai aturan internal Polri, termasuk pencopotan jabatan, teguran keras, atau penempatan khusus.
2. Sanksi Pidana: Jika unsur intimidasi memenuhi ketentuan hukum pidana, oknum bisa dijerat pasal-pasal dalam KUHP.
Tak hanya itu, I Nyoman alias Dede juga dilaporkan tengah dalam proses hukum. Informasi yang diterima menyebutkan bahwa pihak kepolisian telah mengamankan dan menangkap Dede untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut atas dugaan peran aktifnya dalam intimidasi dan penyalahgunaan profesi wartawan.
Institusi Profesional Tidak Boleh Dirusak Oknum
Kapolda Bali menegaskan bahwa integritas dan profesionalisme adalah pilar utama dalam tubuh Polri. Perilaku oknum yang menyimpang bukan hanya melanggar hukum, tetapi mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
“Ini soal wajah institusi. Kami tidak boleh membiarkan oknum-oknum seperti ini merusak citra Polri. Langkah kami jelas: bersih-bersih dari dalam,” ujar salah satu pejabat di Divisi Propam.
PERS Adalah Pilar Demokrasi, Bukan Musuh Aparat
Dalam sistem demokrasi, PERS adalah tiang negara, bukan musuh aparat. Tindakan intimidasi terhadap wartawan sama saja dengan merusak ruang publik yang sehat dan menghambat kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Jurnalis adalah pendidik publik. Intimidasi terhadap mereka adalah pelecehan terhadap demokrasi,” ujar seorang aktivis media yang turut mengawal kasus ini.
Harapan Publik: Proses Hukum Transparan dan Efek Jera
Kasus ini mendapat sorotan luas dari Komisi III DPR RI, Kompolnas, Kapolri, dan Mabes Polri, yang berharap proses penanganannya berjalan transparan, adil, dan memberi efek jera. Jika tidak ditangani serius, hal ini dikhawatirkan bisa memperburuk relasi antara Polri dan insan pers di daerah.
“Kami mendukung langkah Kapolda Bali. Proses hukum harus transparan dan hasilnya diumumkan ke publik. Jangan biarkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum terus terkikis,” ungkap Ketua Umum salah satu organisasi wartawan nasional.