Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Diam Seribu Bahasa, Kepala SMPN 3 Purworejo Enggan Klarifikasi Dugaan “Sumbangan” Rp850 Juta — Publik Pertanyakan Transparansi!

Jumat, Oktober 17, 2025 | Oktober 17, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-17T08:45:28Z

 

Foto : Tangkap layar ketika kepala sekolah Teguh Widodo Dikonfirmasi atas viralnya vidio yang menyebutkan pungli berkedok komite

Purworejo | KompasX.com — Kasus dugaan praktik pungutan berkedok “sumbangan sukarela” di SMP Negeri 3 Purworejo kian menjadi perhatian publik. Setelah Redaksi KompasX.com mengirimkan surat konfirmasi resmi Nomor: 042/Konf-KompasX/X/2025 kepada pihak sekolah, Kepala SMPN 3 Purworejo, Teguh Widodo, akhirnya memberikan jawaban singkat yang justru menimbulkan tanda tanya besar.


Ketika dikonfirmasi melalui pesan resmi, Teguh Widodo hanya menjawab singkat:

“Terima kasih banyak. Untuk saat ini kami belum akan memberikan klarifikasi maupun konfirmasi apapun. Nuwun.”

Jawaban tersebut sontak memicu reaksi publik dan para pemerhati pendidikan. Sebab, pernyataan “belum akan memberikan klarifikasi” di tengah derasnya sorotan publik dianggap tidak mencerminkan semangat transparansi dan tanggung jawab moral sebagai pejabat publik yang mengelola lembaga pendidikan negeri.


Kasus yang Menghebohkan Dunia Pendidikan Daerah

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, beredar sebuah video rapat pleno komite SMPN 3 Purworejo yang viral di media sosial. Dalam video berdurasi beberapa menit tersebut, terdengar pembahasan mengenai rencana sumbangan dari wali murid dengan nilai yang telah ditentukan secara tersirat.

Disebutkan bahwa anggaran komite mencapai Rp850 juta untuk 550 siswa, sehingga muncul angka Rp1.545.000 per siswa.

Meski disebut sebagai “sumbangan sukarela tanpa paksaan”, narasi dalam rapat justru menunjukkan adanya tekanan moral kepada para orang tua siswa agar memberikan sumbangan sesuai nominal yang dianggap “pantas”.

Lebih lanjut, disebutkan pula akan dibuat surat pernyataan kesanggupan orang tua siswa, yang menimbulkan dugaan kuat bahwa sumbangan tersebut telah berubah bentuk menjadi pungutan terselubung.


Redaksi KompasX.com Ajukan Konfirmasi Resmi

Dalam menjalankan prinsip jurnalistik berimbang (cover both sides), Redaksi KompasX.com telah mengajukan permintaan konfirmasi resmi kepada Kepala Sekolah SMPN 3 Purworejo melalui surat tertanggal 16 Oktober 2025.

Surat tersebut memuat lima poin utama klarifikasi, yakni:

1. Kebenaran angka Rp850 juta dan pembagian Rp1,545 juta per siswa.

2. Adanya surat pernyataan kesanggupan wali siswa.

3. Tudingan kolaborasi sistemik antara pihak sekolah, komite, dan oknum dinas.

4. Kesesuaian kebijakan sekolah dengan Permendikbud No. 75 Tahun 2016.

5. Koordinasi dengan Dinas Pendidikan Purworejo terkait sumbangan tersebut.

Namun hingga batas waktu 1x24 jam setelah surat diterima, pihak sekolah tidak memberikan klarifikasi substansial. Teguh Widodo hanya menyampaikan bahwa belum bersedia memberikan konfirmasi lebih lanjut.

Sugiyono SH: “Ini Bentuk Tipu Muslihat Terstruktur”

Sebelumnya, Sugiyono, SH, selaku DPN Bidang SDM LPKSM Kresna Cakra Nusantara, menilai bahwa praktik seperti ini mencerminkan adanya rekayasa sistemik dan kolaborasi terstruktur di dunia pendidikan.

“Fasilitas negara dijadikan lahan mencari keuntungan kelompok. Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi kejahatan moral dan sosial,” tegas Sugiyono.

Ia menambahkan, lemahnya pengawasan dan minimnya tindakan dari aparat penegak hukum memperburuk situasi.

“Sudah bertahun-tahun praktik seperti ini berjalan. Tapi penegakan hukum seolah tutup mata. Kalau tidak segera dibenahi, publik akan kehilangan kepercayaan pada lembaga pendidikan negeri,” ujarnya.


Dugaan Pelanggaran Regulasi dan Hukum

Kasus ini diduga melanggar beberapa dasar hukum penting, antara lain:

Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang secara tegas melarang komite melakukan pungutan kepada peserta didik atau wali murid.

Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan atau Paksaan, jika terdapat unsur tekanan terhadap wali siswa.

UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terkait potensi gratifikasi atau penyalahgunaan jabatan.

Pasal 31 UUD 1945, yang menegaskan pendidikan dasar merupakan tanggung jawab negara dan tidak boleh membebani masyarakat.

Praktik “sumbangan yang diarahkan nominalnya” secara hukum tidak bisa dikategorikan sukarela, melainkan pungutan liar (pungli) jika terdapat unsur paksaan atau pembatasan hak.


Reaksi Publik: “Sekolah Seharusnya Mendidik, Bukan Menekan”

Kasus ini menjadi perbincangan hangat di berbagai grup media sosial wali murid di Purworejo.

Banyak yang menyayangkan sikap diam pihak sekolah, sebab masyarakat berharap adanya penjelasan terbuka untuk menghindari kesalahpahaman.

Seorang wali murid yang enggan disebut namanya mengatakan:

“Kami ingin tahu ke mana arah dana itu, apa benar untuk kepentingan siswa atau hanya jadi rutinitas tahunan yang tidak transparan. Kalau memang sumbangan sukarela, kenapa harus ada angka tetap?”

Seruan Transparansi dan Penegakan Hukum

Pengamat pendidikan menilai kasus SMPN 3 Purworejo harus menjadi alarm bagi Dinas Pendidikan dan Inspektorat Kabupaten Purworejo untuk melakukan audit terbuka.

Apalagi, praktik serupa kerap terjadi di berbagai sekolah negeri dengan pola yang hampir sama — sumbangan “sukarela” namun disertai nominal dan surat pernyataan.

Redaksi KompasX.com mencatat, hingga berita ini diterbitkan, belum ada langkah investigatif dari pihak dinas terkait maupun aparat penegak hukum.

Padahal, publik mendesak agar kasus ini tidak berhenti di polemik media sosial, tetapi ditindaklanjuti secara hukum agar menjadi pelajaran nasional.

Catatan Redaksi: Diam Bukan Jawaban

Sikap diam Kepala Sekolah SMPN 3 Purworejo menambah spekulasi di tengah publik yang haus kejelasan.

Dalam konteks tata kelola pendidikan publik, transparansi bukan pilihan — melainkan kewajiban hukum dan moral.

Jika memang tidak ada pelanggaran, klarifikasi terbuka adalah cara terbaik memulihkan kepercayaan publik.

Sebaliknya, keengganan menjawab justru memperkuat dugaan adanya sesuatu yang disembunyikan.

Kasus SMPN 3 Purworejo menjadi potret nyata rapuhnya pengawasan dalam sistem pendidikan negeri.

Ketika sekolah — yang seharusnya menjadi ruang integritas — justru disorot karena dugaan pungli, publik wajar bertanya: di mana letak kejujuran yang diajarkan kepada anak-anak bangsa?

Red/Time

×
Berita Terbaru Update