![]() |
Foto : John L Situmorang, S.H., M.H. |
Ketidakkonsistenan Penyidik Dipertanyakan
"Bagaimana logika berpikir penyidik meminta korban mencari identitas pelaku, sementara tugas tersebut jelas berada dalam wewenang polisi? Apalagi, nomor telepon pelaku sudah dilaporkan. Kalau korban tahu identitas lengkap pelaku, untuk apa membuat laporan polisi?" ujar John L Situmorang dalam pernyataannya.
Menurutnya, penyidik seharusnya menggunakan bukti-bukti awal yang telah diserahkan, seperti nomor rekening penerima uang hasil penipuan dan nomor telepon terduga pelaku, untuk melacak identitas mereka. "Penyelidikan dapat dimulai dengan meminta data kepada Bank Mandiri sebagai pemilik rekening tujuan. Dari sana, informasi lengkap terkait pemilik rekening akan terungkap," tegasnya.
Kronologi Kasus Penipuan BBM
Kasus ini bermula ketika korban, Siyanti, dihubungi oleh seseorang bernama Ragil pada 16 Juli 2024 melalui WhatsApp, menawarkan BBM solar seharga Rp8.000 per liter. Setelah terjadi kesepakatan, Siyanti menghubungi mitranya, Tofanly Jekson Pongantung, dan menaikkan harga menjadi Rp 8.200 per liter. Tofanly menyetujui harga tersebut, dan sebuah truk tangki dikerahkan untuk memuat BBM.
Namun, setelah BBM dimuat, Siyanti mentransfer uang sebesar Rp 64 juta ke rekening atas nama Zesta Sinergy Pratama Migas sesuai arahan Ragil. Belakangan, Siyanti diberi tahu bahwa sopir truk ditahan di Demak karena uang pembayaran belum diterima. Korban kemudian diminta datang ke lokasi yang dijanjikan oleh seorang bernama Sastro, tetapi setelah menunggu selama lebih dari enam jam, Sastro tidak kunjung muncul.
Korban juga mengalami intimidasi dan ancaman dari, Jeriko, bersama beberapa orang lainnya. Intimidasi tersebut bahkan membuat korban membayar tambahan Rp 25 juta dalam dua kali transaksi.
Pelaporan Berjalan Lambat, Korban Semakin Tertekan
Siyanti akhirnya melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Tengah, tetapi merasa tidak mendapat keadilan. "Bagaimana mungkin korban yang sudah memberikan bukti-bukti awal, termasuk nomor rekening dan nomor telepon, masih diminta mencari identitas pelaku? Ini jelas bertentangan dengan Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang mengamanatkan polisi untuk memberikan perlindungan, pelayanan, dan penegakan hukum," ujar John L Situmorang.
Tugas Polri Menurut UU dan Harapan Publik
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang profesionalisme penyelidik Polri, terutama dalam menangani laporan penipuan yang sudah memiliki bukti awal yang jelas. Menurut Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, Indonesia adalah negara hukum. Artinya, seluruh tindakan aparat penegak hukum harus berdasarkan asas keadilan dan perlindungan terhadap korban.
Dalam kasus ini, John L Situmorang menegaskan bahwa langkah penyelidikan seharusnya dimulai dari nomor rekening pelaku di Bank Mandiri, yang dapat mengungkap identitas pemilik rekening serta aliran dana hasil kejahatan.
Publik Menuntut Polri Lebih Profesional
Kritik ini menjadi momentum bagi publik untuk mendesak Polri memperbaiki sistem penanganan laporan kejahatan siber. "Jangan membuat korban menjadi semakin bingung dan tertekan. Tugas penyidik adalah melindungi korban dan menangkap pelaku, bukan sebaliknya," pungkas John L Situmorang.
Kasus ini akan terus dikawal oleh kuasa hukum dan pengawas eksternal, termasuk Kadiv Propam Polri, Kompolnas, hingga Kapolri, agar keadilan dapat ditegakkan dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri tidak semakin tergerus.
Editor: Toni