Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Mafia Pupuk Subsidi Demak: Kolusi Busuk yang Merampas Hak Petani, Mengkhianati Rakyat, dan Melukai Pemerintah

Minggu, Januari 26, 2025 | Januari 26, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-01-26T06:26:30Z

 

Foto ketika masarakat Demak membeli pupuk
DEMAK|KompasX.com _ Demak kembali tercoreng oleh ulah mafia pupuk subsidi yang tidak hanya licik, tetapi juga mengkhianati rakyat. Di tengah gencarnya upaya Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional, praktik ini seperti duri tajam yang menghancurkan tulang punggung petani kecil.

Dilansir dari PortalIndonesiaNews.Net, sederet bukti pengakuan petani hingga temuan investigasi menunjukkan praktik kolusi sistematis yang melibatkan oknum pemerintah, distributor, dan pihak-pihak yang seharusnya melindungi petani. Pupuk subsidi, yang sejatinya menjadi penyelamat, malah dijadikan komoditas kotor untuk memperkaya diri.

Harga Melambung, Petani Kecil Diperas Hingga Miskin

Alih-alih menjadi solusi, harga pupuk subsidi justru menjadi jerat yang mencekik petani. Harga pupuk subsidi jenis Urea dan NPK Phonska yang seharusnya Rp112.500 dan Rp115.000 melonjak liar hingga Rp150.000 per sak. Bahkan, pembelian dipaketkan dengan pupuk non-subsidi tambahan yang justru memperberat beban petani.

"Saya beli pupuk subsidi dua sak sampai Rp300.000, tapi harus beli pupuk lain juga. Kami seperti diperas habis-habisan!" teriak seorang petani, menggambarkan kesengsaraan akibat kerakusan para mafia ini.

Kolusi Kotor yang Berakar Hingga Pemerintah Daerah

Penelusuran tim media mengungkap keterlibatan berbagai pihak dalam praktik jahat ini. Bu Umi, pemilik KPL (Kios Pupuk Lengkap) di Mranggen, berdalih bahwa harga yang ia patok sesuai HET. Namun, fakta lain membongkar bahwa ia memiliki hubungan istimewa dengan PT Pusri Sriwijaya, yang diduga menjadi pintu masuk untuk mempermainkan sistem distribusi.

Nama Pak Yono, Ketua Paguyuban KPL Mranggen, muncul sebagai aktor utama distribusi. Namun, saat dimintai komentar, ia berkilah dengan alasan sakit dan melempar tanggung jawab pada seseorang berinisial AG, yang entah menghilang ke mana.

Pengakuan yang lebih mencengangkan datang dari Pak Sholikin, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Mranggen, yang tanpa malu-malu menyatakan adanya kesepakatan antara KPL, distributor, hingga Dinas Pertanian. "Semua pihak tahu ini salah. Dinas juga tahu, tapi mereka tutup mata karena semua sudah kebagian," ungkapnya dengan nada penuh cibiran.

Kepala Dinas Pertanian, Penonton atau Pemain?

Alih-alih mengambil langkah tegas, Kepala Dinas Pertanian Demak, Agus Hermawan, justru mengklaim bahwa permasalahan pupuk subsidi sudah selesai. Namun kenyataan di lapangan berkata lain. Mafia pupuk semakin merajalela, dan para petani kecil menjadi korban permanen dari sistem korup yang mengakar.

"Kami sudah berkali-kali melapor ke Dinas dan pihak berwajib, tapi tidak ada tindakan. Sepertinya mereka juga ikut terlibat," ujar seorang petani dengan mata penuh kekecewaan.

Praktik busuk ini jelas melanggar hukum, termasuk:

1. UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan

Subsidi pupuk yang dirancang untuk mendukung petani kecil malah disalahgunakan oleh oknum mafia.

2. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Penyalahgunaan wewenang demi keuntungan pribadi dapat dihukum 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar. 

3. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Manipulasi harga yang merugikan petani adalah pelanggaran berat terhadap hak konsumen.

Namun hingga kini, aparat penegak hukum terlihat seperti macan ompong. Mafia pupuk subsidi tetap bebas melenggang, sementara petani kecil terus tercekik di tengah sawah mereka.

Kasus ini adalah bukti bahwa kerakusan segelintir pihak bisa menghancurkan cita-cita ketahanan pangan nasional. Praktik kolusi kotor ini tidak hanya mencuri hak petani kecil, tetapi juga mengkhianati pemerintah yang berjuang keras untuk swasembada pangan.

"Jika pemerintah terus diam, kami hanya bisa menunggu kehancuran. Apa gunanya negeri agraris jika petani kecil terus dimiskinkan?" tanya seorang petani tua sambil menatap ladangnya yang mulai gersang.

Masarakat yang merasa dirugikan bertahun-tahun, meminta pemerintah daerah dan aparat hukum untuk segera bertindak tegas. Jangan biarkan mafia pupuk terus merusak tatanan negeri ini, karena suara petani kecil adalah suara rakyat, suara rakyat adalah suara Tuhan!


(Laporan : Toni)



×
Berita Terbaru Update