![]() |
Foto kegiatan tambang yang diduga bermasalah |
KAMPAR|KompasX.com Dugaan praktik tambang ilegal mencuat di Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Pemilik Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) atas nama PT Sahabat Jaya Manufaktur (PT SJM) dituding membiarkan aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh pihak lain—yakni Koperasi Produsen Tuah Mardani Sukaramai—tanpa kontrak resmi dan izin yang sah.
Izin Sah, Tapi Diduga Dijadikan 'Tameng' untuk Penambangan Ilegal
Di lapangan, awak media menemukan sejumlah fakta mengejutkan. Seorang pria yang mengaku sebagai pengawas lapangan menyebut dirinya hanya “suruhan pihak desa.” Ketika ditanya soal izin, ia mengarahkan wartawan untuk bertanya langsung ke pihak Pemerintah Desa Sukaramai.
Bahkan para sopir truk yang mengangkut tanah hasil tambang mengaku hanya menerima bayaran Rp 80.000 per trip atas instruksi desa, tanpa mengetahui legalitas pengangkutan atau sumber tanah yang mereka bawa.
Lebih miris lagi, aktivitas pertambangan dan pengangkutan dilakukan tanpa alat pelindung diri (APD) standar, dan tidak tampak perwakilan resmi dari PT SJM di lokasi.
Tanah Urug Dikirim ke Proyek Pembangunan Tangki Minyak
Hasil tambang tersebut diketahui dibuang ke lokasi pembangunan tangki minyak milik APG WESTKAMPAR INDONESIA, yang ditangani oleh kontraktor pelaksana PT Pertambangan Nusantara Energy (PNE).
Pihak PT PNE melalui Manager Sit Teknik, Arif, mengakui bahwa mereka membeli tanah urug dari Koperasi Tuah Mardani tanpa tahu pasti asal-usul legalitasnya.
“Kita hanya butuh tanah timbun. Koperasi menyanggupi. Yang penting ada surat galian C, urusan izinnya bukan tanggung jawab kami,” ujar Arif.
Kepala Desa: Tidak Ada Kontrak, Hanya Transaksi Biasa!
Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Desa Sukaramai mengakui bahwa pembelian tanah urug oleh koperasi tidak melibatkan kontrak resmi dengan PT SJM. Ia mengklaim bahwa tanah dibeli dari PT SJM secara per kubik dengan harga Rp 35.000/kubik, lalu diserahkan ke perusahaan pelaksana proyek (PT PNE).
“Kontrak tertulis memang tidak ada, cuma beli dan antar ke perusahaan. Karena SJM satu-satunya pemilik izin di sini,” jelas Kades.
Namun demikian, ia juga mengakui bahwa armada angkutan tanah urug tidak memiliki izin resmi, dan menyatakan hal itu dianggap “tidak penting” karena hanya beroperasi di seputaran desa.
Potensi Kerugian Negara: Gunakan Nama PT SJM Tanpa Kontrak Resmi
Praktik ini berpotensi melanggar hukum dan merugikan negara secara fiskal, terutama jika benar aktivitas koperasi menggunakan nama PT SJM tanpa perjanjian resmi dan menghindari kewajiban pajak dan retribusi negara dari hasil komersialisasi tambang batuan.
“Jika penggunaan izin PT SJM oleh pihak koperasi dilakukan tanpa kontrak sah, maka ini bukan sekadar kelalaian—melainkan indikasi pelanggaran hukum serius!” kata seorang pengamat pertambangan yang enggan disebut namanya.
PT SJM Membantah Terlibat: “Kami Tidak Tahu Menahu!”
Dikonfirmasi lewat aplikasi pesan WhatsApp, pihak manajemen PT SJM membantah tegas keterlibatan mereka dalam aktivitas koperasi Tuah Mardani.
“Kami tidak pernah melihat atau memegang dokumen kontrak apa pun dengan Koperasi tersebut. Tanah dari tambang PT SJM hanya dikontrak ke PT PHR untuk proyek penimbunan tapak sumur bor di Petapahan,” tulis manajemen PT SJM.
Desakan Audit dan Penindakan Hukum
Mencuatnya kasus ini memunculkan desakan dari publik agar aparat penegak hukum (APH), termasuk Kementerian ESDM, Dinas Lingkungan Hidup, hingga KPK, segera turun tangan melakukan audit investigatif.
Indikasi praktik tambang ilegal, penggunaan dokumen izin oleh pihak ketiga tanpa kontrak, dan pengangkutan tanpa izin berpotensi menjadi tindak pidana lingkungan dan korupsi jika tidak segera ditindak.