![]() |
Foto ilustrasi |
Aksi yang bertajuk “Tangkap Penerima Aliran Dana Tambang Pasir Ilegal!” ini menyorot secara tajam dugaan keterlibatan oknum polisi berinisial MD, yang bertugas di Unit Tipidter Polres Konawe. MD diduga menerima aliran dana dari aktivitas tambang ilegal yang beroperasi di sejumlah titik, termasuk Desa Belatu (Kecamatan Pondidaha), Desa Linonggasai, dan Desa Teteona (Kecamatan Wonggeduku Barat).
Enggi Indra Syahputra, koordinator aksi sekaligus jenderal lapangan, dalam orasinya menyebut keterlibatan aparat penegak hukum dalam praktik haram ini sebagai "pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan hukum."
“Kami tidak butuh aparat yang bermental dagang hukum. MD harus segera dicopot dan diadili secara terbuka. Ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi kejahatan serius terhadap negara dan lingkungan,” tegas Enggi lantang di tengah kerumunan massa.
Aksi damai ini dimulai dari Markas Polda Sultra dan dilanjutkan dengan long march menuju Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, membawa spanduk dan poster bertuliskan seruan pemecatan oknum polisi dan penghentian total tambang ilegal.
Dalam pernyataan sikapnya, massa JATAM juga mendesak agar Bidang Propam Polda Sultra segera turun tangan, serta meminta Kejati Sultra membuka penyelidikan menyeluruh terhadap aliran dana tambang ilegal yang disinyalir melibatkan lebih dari satu oknum.
Aktivis juga menegaskan bahwa jika tuntutan ini diabaikan, maka gelombang aksi lanjutan akan terus digelar secara nasional.
“Ini baru awal. Bila tak ada penindakan, kami akan gelar aksi nasional. Tidak ada tempat bagi pengkhianat hukum di negeri ini!” pungkas Enggi dengan penuh semangat.
Masyarakat luas kini menanti: Akankah Polda Sultra dan Kejati berani bertindak, atau justru memilih diam dalam pusaran uang tambang ilegal?
Red:isk