![]() |
Foto istimewa |
MAROS, SULSEL | kompasX.com – Jumat, 11 Juli 2025 – Suasana damai warga Dusun Tammutammu, Desa Moncongloe Bulu, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, berubah menjadi mencekam setelah sekelompok orang melakukan aksi brutal merobohkan sebuah gapura milik warga yang memuat Bendera Merah Putih, simbol kehormatan negara. Ironisnya, aksi perusakan dilakukan di hadapan aparat pemerintah, Satpol PP, hingga kepolisian, namun tidak diikuti dengan penindakan hukum sedikit pun.
Gapura yang dibangun warga sebagai penanda batas antara kawasan permukiman dan proyek perumahan itu dirusak secara paksa oleh seorang perempuan bernama Rahmi, yang mengaku sebagai anak mantan pemilik lahan, bersama beberapa orang tak dikenal. Bahkan bendera negara yang berkibar di atas gapura turut dirusak, tindakan yang oleh warga dinilai setara dengan penghinaan terhadap lambang negara.
"Kami menyaksikan langsung bagaimana Bendera Merah Putih dirusak seperti tak punya arti! Mereka tak ubahnya seperti PKI yang mencabik-cabik lambang negara. Ini jelas pelanggaran berat!" ujar salah seorang tokoh warga dengan nada geram.
Aparat Diam, Hukum Dipermainkan?
Warga menyayangkan ketidaktegasan aparat yang hadir, mulai dari Kapolsek Moncongloe, Camat Moncongloe, hingga petugas Satpol PP, yang justru hanya menyaksikan tanpa mencegah aksi perusakan yang berpotensi mengarah pada pidana berat.
Padahal, tindakan tersebut jelas melanggar Pasal 66 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara:
“Setiap orang dilarang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara.”
Tak hanya itu, aksi merobohkan gapura milik warga secara paksa juga masuk dalam Pasal 170 KUHP Ayat (1):
“Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”
Latar Konflik: Pengembang Abaikan Warga
Konflik di wilayah ini telah berlangsung sejak 2017, saat PT. Izza Hurum Sejati, pengembang proyek perumahan The Mountain View Residence, menggunakan jalan kampung sebagai akses alat berat proyek tanpa izin dan tanpa ganti rugi.
Alih-alih berdialog, pengembang justru beberapa kali memaksakan akses dan mengabaikan janji untuk memperbaiki kerusakan jalan yang ditimbulkan. Warga yang mendirikan gapura sebagai batas protes atas perampasan jalan, kini malah menjadi korban intimidasi dan perusakan.
“Sudah bertahun-tahun kami bersabar, tapi tidak ada tanggung jawab dari pengembang. Kini kami dirampas dan dihina lagi oleh tindakan brutal ini,” ucap salah satu warga yang rumahnya berada dekat lokasi kejadian.
Hukum untuk Siapa? Warga Pertanyakan Equality Before The Law
Hingga kini, laporan warga ke Polda Sulsel masih mengendap. Tak ada pelaku yang ditangkap. Tak ada tindakan hukum berarti. Warga pun mulai meragukan asas keadilan hukum yang dijamin konstitusi melalui Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945:
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Desakan Publik: Tangkap Pelaku, Hukum Pengembang!
Warga menuntut agar Polres Maros dan Polda Sulsel segera menangkap pelaku perusakan, mengusut dugaan pembiaran oleh aparat, dan memaksa pengembang PT. Izza Hurum Sejati bertanggung jawab atas kerusakan jalan serta penghinaan simbol negara.
“Kami tidak akan diam! Ini soal harga diri warga negara dan kehormatan bendera Merah Putih! Jika hukum tak ditegakkan, kami akan menempuh jalur lebih tinggi, termasuk ke Komnas HAM dan Presiden!” tegas perwakilan warga saat ditemui tim media.