Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Skandal Pupuk Subsidi di Lahat Terbongkar: Anggota DPRD dan Oknum Aparat Diduga Jadi Dalang Jaringan Ilegal

Selasa, Juli 01, 2025 | Juli 01, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-01T12:59:49Z

 

Foto istimewa
Lahat, Sumsel | kompasX.com – Skandal memalukan kembali mencoreng wajah distribusi pupuk bersubsidi di Indonesia. Di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, praktik gelap penjualan pupuk subsidi secara ilegal terbongkar. Fakta-fakta yang menyeruak dari hasil investigasi menunjukkan keterlibatan aktor-aktor besar: seorang anggota DPRD dan oknum aparat keamanan. Ini bukan sekadar pelanggaran biasa—ini adalah kejahatan terstruktur yang menginjak-injak hak petani kecil dan mengancam ketahanan pangan nasional.

Tim investigasi kompasX.com, Minggu (29/6/2025), menemukan praktik mencengangkan di Desa Muara Siban, Kecamatan Pulau Pinang. Seorang pelaku bernama Novi, pemilik penggilingan padi, secara terang-terangan menjual pupuk subsidi merek Ponska dan Urea seharga Rp 250.000 per karung—jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Penjualan ini dilakukan tanpa Kartu Tani dan tanpa RDKK, jelas melanggar ketentuan dan menunjukkan bobolnya sistem pengawasan.

Lebih mencengangkan lagi, Novi bukan distributor resmi. Dalam pengakuannya kepada media, pupuk tersebut ia peroleh dari Kios Pupuk Resmi KPG Petani milik Junaidi, anggota DPRD Kabupaten Lahat dari Fraksi P3. Ini adalah sinyal kuat bahwa distribusi pupuk subsidi telah disabotase dari dalam oleh oknum elite yang justru seharusnya menjadi penjaga kepentingan rakyat.

Tim media berhasil membeli pupuk langsung dari Novi—tanpa syarat apapun. Fakta ini menjadi bukti telak bahwa ada kebocoran sistemik dan indikasi kuat praktik mafia pupuk yang bergerak leluasa di tengah kelengahan, atau mungkin pembiaran, aparat pengawas.

Ketika dikonfirmasi ke Kios KPG Petani di Pasar Kota Lahat, staf kios hanya menjawab singkat: “Junaidi sedang dinas luar.” Jawaban klise yang kerap dijadikan tameng untuk menghindar dari tanggung jawab publik.

Yang lebih mengejutkan, Novi mengaku memiliki 'bekingan' dari oknum TNI dan Polri. Ia bahkan dengan enteng menunjukkan foto-foto oknum aparat yang diduga menjadi pelindung bisnis kotornya. Jika benar, ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi pengkhianatan terhadap sumpah institusi: aparat yang seharusnya menjaga hukum, justru melindungi pelanggar hukum.

Skema jahat ini merampas hak ribuan petani kecil yang bergantung pada pupuk subsidi. Ketika jalur resmi disabotase dan harga melambung, para petani dipaksa memilih: menyerah, atau membeli pupuk di pasar gelap dengan harga mencekik. Ini adalah pembunuhan perlahan terhadap sektor pertanian rakyat.

Padahal, regulasi pemerintah sangat jelas. Pupuk subsidi hanya boleh dibeli oleh petani yang terdaftar dalam e-RDKK, melalui kios resmi. Tetapi di Lahat, sistem ini dijebol dari dalam, oleh mereka yang punya kuasa dan koneksi.

Penjualan pupuk di luar mekanisme dan di atas HET bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini adalah tindak pidana berat yang bisa diancam penjara hingga 20 tahun dan pencabutan izin usaha.

Jaksa Agung ST Burhanudin telah berulang kali menyerukan penindakan tegas terhadap mafia pupuk. Ia bahkan menginstruksikan intelijen kejaksaan untuk menelusuri jalur distribusi hingga ke akar-akarnya.

Kasus Lahat kini menjadi batu uji: apakah hukum masih berpihak pada rakyat, atau telah tunduk pada mafia yang berlindung di balik jabatan dan seragam.

Rakyat menanti: apakah hukum akan ditegakkan, atau kembali dikubur di bawah timbunan karung pupuk yang dikorupsi.

Red/Time

×
Berita Terbaru Update