Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Kacau di Tubuh Polres Grobogan! Surat Resmi Tolak Permintaan Berkas, Kapolres Bilang Tidak Menolak — Siapa yang Bohong?

Jumat, Oktober 31, 2025 | Oktober 31, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-31T14:03:40Z

 

Foto : Pernyataan Kapolres Grobogan AKBP Ike Yulianto, S.H., S.I.K., M.H. dinilai tidak sejalan dengan fakta hukum karena Tidak Sama Dengan Rurat yang dikirimkan Dari jajaranya ke kuasa hukum John L Sitomorang SH MH 

GROBOGAN | KompasX.com — Gelombang kritik kembali menghantam jajaran Polres Grobogan.

Pernyataan Kapolres Grobogan AKBP Ike Yulianto, S.H., S.I.K., M.H. dinilai tidak sejalan dengan fakta hukum dan surat resmi yang dikeluarkan oleh institusinya sendiri.

Perbedaan mencolok antara pernyataan Kapolres dan isi surat resmi membuat publik bertanya-tanya:

apakah Kapolres tidak mengetahui isi surat yang dikirim bawahannya, atau memang sedang berusaha menutupi sesuatu?

Akademisi dan praktisi hukum John L. Sitomorang, S.H., M.H., yang juga kuasa hukum almarhum Suwarno, menegaskan bahwa Polres Grobogan telah melanggar Pasal 72 KUHAP dan berpotensi mengabaikan hak konstitusional tersangka untuk membela diri.


“Kapolres bilang tidak menolak, tapi hitam di atas putih surat mereka justru menyatakan menolak. Jadi mana yang benar? Apakah Kapolres tidak tahu isi suratnya sendiri, atau bawahannya yang bergerak tanpa sepengetahuan beliau?” tegas Sitomorang, Kamis (31/10/2025).


Surat Resmi Tak Bisa Dibantah: Polres Tegas Menolak Permintaan Berkas

Surat resmi Nomor: B//484/X/RES.1.24/2025/Reskrim, tertanggal 21 Oktober 2025, menegaskan secara gamblang bahwa permintaan berkas perkara atas nama Suwarno Bin Atmo Marmin (Alm) tidak dapat dipenuhi.

Alasannya, berkas dianggap sebagai “informasi yang dikecualikan” berdasarkan Pasal 17 dan 19 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) serta surat keputusan internal Polda Jateng tahun 2020.

Namun Sitomorang menilai alasan itu tidak berdasar dan justru terkesan dibuat-buat.

“Ini bukan kasus terorisme, bukan rahasia negara, bukan menyangkut pertahanan nasional. Ini perkara pidana umum, dugaan pemerasan Pasal 369 KUHP — kok bisa dikecualikan dari keterbukaan publik? Jangan-jangan ada sesuatu yang disembunyikan,” ujarnya tajam.


Kapolres Diduga Cuci Tangan — Pernyataan Tak Sejalan dengan Fakta Tertulis

Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kapolres Grobogan AKBP Ike Yulianto malah memberikan pernyataan yang berbeda 180 derajat dari isi surat resmi bawahannya.

“Bahwa itu tidak menolak, tetapi menyampaikan bahwa proses penyidikan di Polri sudah selesai, perkara sudah dilimpahkan di kejaksaan dan sudah di sidang pengadilan. Dalam aturan, salinan berkas tidak bisa diberikan karena berkas hanya dikirim ke JPU,” jawab Kapolres.


Pernyataan ini langsung menuai sorotan.

Bagaimana mungkin Kapolres menyebut tidak menolak, sementara surat resmi institusinya secara tegas menyatakan penolakan dan menyebut dasar hukum yang spesifik untuk menolak permintaan tersebut?

“Kalau Kapolres bicara A, surat bawahannya bicara B — berarti ada dua kemungkinan: komunikasi internal kacau, atau memang ada upaya menutupi sesuatu. Dua-duanya sama buruknya bagi citra Polri,” sindir Sitomorang.


Kesalahan Fatal: Salah Kaprah Menafsirkan UU

Lebih jauh, Sitomorang menilai Polres Grobogan salah besar dalam menggunakan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebagai dasar hukum untuk menolak memberikan berkas perkara.

“Dalam perkara pidana, yang berlaku itu KUHAP, bukan UU KIP. Pasal 72 KUHAP sudah jelas: tersangka atau penasihat hukum berhak meminta salinan surat atau berkas untuk kepentingan pembelaan. Itu hak, bukan permintaan belas kasihan,” tegasnya.

Menurutnya, tindakan Polres Grobogan melanggar asas due process of law dan menabrak prinsip equality before the law.

“Kalau aparat bisa menolak begitu saja dengan alasan ‘informasi dikecualikan’, rakyat kecil tidak akan pernah punya ruang untuk membela diri dari kriminalisasi,” ujarnya.


Dugaan Ada Kepentingan Tersembunyi

Situmorang menduga, perbedaan antara surat resmi dan pernyataan Kapolres bukan hal kebetulan.

Ia menilai ada indikasi kuat bahwa kasus ini diselimuti kepentingan tertentu yang tidak ingin fakta hukum terbuka ke publik.

“Penolakan ini terlalu sistematis untuk disebut kekeliruan administratif. Kami menduga ada pihak yang takut kasus ini dibuka kembali, karena bisa membongkar rekayasa dan penyalahgunaan wewenang,” tegasnya.

Ia pun menyerukan agar Kapolda Jawa Tengah turun langsung memeriksa dugaan ketidaksinkronan ini, karena bisa menjadi preseden buruk bagi citra kepolisian.


Pertanyaan Publik Menggantung

Publik kini dibuat bingung oleh dua pernyataan yang saling bertolak belakang —

yang satu tertulis resmi dengan kop Polri dan tanda tangan pejabat berwenang,

yang satu lagi sekadar klarifikasi singkat via pesan WhatsApp dari Kapolres.


Pertanyaannya kini:

Apakah Kapolres tidak sejalan dengan bawahannya? Atau justru berusaha melindungi sesuatu di balik perbedaan ini?

Sementara itu, Sitomorang menegaskan pihaknya akan membawa persoalan ini ke tingkat yang lebih tinggi jika tidak ada klarifikasi terbuka.

“Kami tidak minta yang muluk-muluk, hanya menuntut hak hukum yang dijamin KUHAP. Kalau polisi mulai menutup akses hukum dengan alasan yang dibuat-buat, berarti kita sedang menuju masa gelap penegakan hukum,” pungkasnya.

Red/Time

×
Berita Terbaru Update