Kompasx.com//Ketua Umum Lidik Krimsus RI, Ossie Gumanti, angkat suara terkait mandeknya kegiatan pertambangan di wilayah IUP PT Cakra Gemilang Mandiri (CGM) di Desa Sirah Pulau, Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.
IUP seluas 413 hektar tersebut sudah mengantongi izin sejak 2012, namun hingga 14 tahun tidak melakukan eksplorasi maupun operasi produksi.
Menurut Ossie, fenomena ini bukan lagi sekadar kelalaian, tetapi indikasi kuat pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Minerba No. 4 Tahun 2009 jo. UU No. 3 Tahun 2020, yang mewajibkan setiap pemegang IUP melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi secara konsisten.
Pasal-Pasal yang Relevan dalam UU Minerba:
Pasal 93 ayat (1): Pemegang IUP wajib melaksanakan kegiatan usaha pertambangan sesuai tahapannya.
Pasal 96 huruf b: Pemegang IUP wajib melakukan kegiatan eksplorasi, operasi produksi, dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
Pasal 97 ayat (1): Pemegang IUP Operasi Produksi wajib melakukan kegiatan produksi secara berkelanjutan.
Pasal 119: Pemerintah berwenang memberikan sanksi hingga pencabutan izin apabila pemegang IUP tidak melaksanakan kewajiban.
“Ini IUP sudah 14 tahun dibiarkan mangkrak. Tidak ada eksplorasi, tidak ada produksi, tidak ada kontribusi. Lalu apa manfaatnya bagi negara dan rakyat?” tegas Ketum Lidik Krimsus RI.
Minta Presiden & Menteri ESDM Turun Tangan: Cabut IUP PT CGM
Ossie mendorong Presiden RI Prabowo Subianto dan Kementerian ESDM untuk segera mengevaluasi dan mencabut IUP PT CGM, yang berakhir pada 2027, apabila dalam satu tahun ke depan perusahaan tetap tidak melakukan kegiatan pertambangan sebagaimana amanat Pasal 119 UU Minerba.
“Jangan ada perpanjangan izin. Sudah 14 tahun kosong, dan masyarakat tidak dapat apa-apa. Negara rugi, desa sekitar juga rugi. Ini harus dihentikan.”
Ossie menegaskan bahwa operasional produksi tambang seharusnya membuka lapangan kerja bagi putra daerah, menggerakkan roda ekonomi, meningkatkan pendapatan desa, dan memberikan kontribusi pajak serta PNBP kepada negara.
Nyatanya, hanya pembebasan lahan yang terjadi—selebihnya nihil.
Minta KPK Telusuri Dugaan Kerugian Negara
Tak hanya pemerintah, Ketum Lidik Krimsus RI juga meminta KPK turun melakukan penyelidikan terhadap potensi kerugian negara akibat IUP yang “tidur” selama 14 tahun tersebut.
“Kami mendesak KPK untuk menelusuri potensi kerugian negara, terutama dari sisi pajak, PNBP, dan kewajiban lain yang seharusnya dibayar pemegang IUP. Tidak boleh ada yang kebal hukum.”
Sorotan Utama Lidik Krimsus RI
Ossie menekankan sejumlah poin penting:
IUP PT CGM resmi terbit tahun 2012, namun sampai hari ini tidak ada aktivitas eksplorasi maupun operasi produksi.
413 hektar yang diberikan negara tidak dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
Masyarakat Desa Sirah Pulau, Merapi Timur, hingga Merapi Barat tidak merasakan manfaat apa pun meski lahan mereka sudah dibebaskan.
Jika tahun ini tidak ada aktivitas, Lidik Krimsus RI akan mengirim surat resmi ke Kementerian ESDM meminta pencabutan izin.
PT CGM “tidur”, sementara puluhan perusahaan lain di Kabupaten Lahat justru aktif memproduksi batubara (data MODI ESDM).
Fenomena IUP mangkrak seperti ini berpotensi merugikan negara secara masif, bertentangan dengan kewajiban dalam Pasal 93, 96, 97, dan 119 UU Minerba.
Pesan Keras kepada Manajemen PT CGM
“Kami minta manajemen PT CGM memberikan kepastian kapan produksi dimulai. Kalau tidak mampu, silakan izin dicabut dan kembalikan ke negara. Rakyat butuh kepastian, bukan janji.” — Ossie Gumanti, Ketum Lidik Krimsus RI
Tim : LKRI
