![]() |
Foto obyek pembangunan pondok yang melangar perda |
Karanganyar KompasX.com– Perselisihan sengit muncul di Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, menyusul dugaan tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh Ustadz Agus Waluyo, pimpinan Pondok Pesantren Pitutur Luhur. Dalam laporan yang diajukan oleh Sularno (43), Ustadz Agus diduga menutup sungai yang berdekatan dengan tanah milik Suwarni (SHM No. 246), ibu kandung Sularno, hingga menyebabkan kerusakan tanah, tanaman, dan lingkungan sekitar.
Kronologi dan Dugaan Tindakan Melawan Hukum
Laporan Sularno mengungkapkan sejumlah pelanggaran yang terjadi sejak Juli 2023:
1. Penutupan Sungai Tanpa Izin:
Aliran sungai sepanjang ±30 meter ditutup menggunakan alat berat tanpa izin dari pemerintah setempat. Penutupan ini menyebabkan aliran air berpindah ke tanah Suwarni, merusak ekosistem dan membuat lahan tidak produktif.
2. Pengrusakan Tanaman dan Penggalian Material:
Pohon bambu, durian, dan waru milik Suwarni ditebang secara ilegal. Bahkan, batu-batu besar di sekitar tanah hilang, diduga diambil untuk kepentingan pembangunan pesantren.
![]() |
Foto denah pondok yang Diduga Melangar perda |
3. Pembangunan Tanpa Izin PBG dan Pelanggaran Tata Ruang:
Bangunan pesantren tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau izin setara lainnya. Tindakan ini juga melanggar Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya larangan mendirikan bangunan di kawasan sempadan sungai.
4. Sikap Arogan dan Intimidasi:
Saat pengukuran tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Karanganyar pada Oktober 2024, Ustadz Agus diduga bersikap arogan, tidak hanya terhadap kuasa hukum Sularno, tetapi juga terhadap jurnalis yang meliput kasus ini.
Dugaan Pelanggaran Hukum
Berikut sejumlah pasal yang diduga dilanggar:
Pasal 406 KUHP (Pengrusakan Barang):
Pengrusakan tanaman dan material batu di tanah Suwarni. Ancaman pidana maksimal 2 tahun 8 bulan.
Pasal 385 KUHP (Penyerobotan Tanah):
Menutup sungai dan menyebabkan kerugian pada pihak lain.
Pasal 69 Ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
Melakukan perubahan ekosistem tanpa izin resmi.
Pasal 13 Ayat (3) Undang-Undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air:
Melakukan pembangunan di sempadan sungai tanpa izin pemerintah.
![]() |
Foto USTADZ AGUS WALUYO Ketika menunjukan Denah yang dia bekin dengan nada tinggi Arogansi yang tidak pantas |
Tanggapan Pihak Terkait
Meski telah beberapa kali diperingatkan oleh Sularno dan perangkat desa, pihak pesantren belum menunjukkan itikad baik untuk memperbaiki situasi. Kuasa hukum Sularno, Y, Joko Tirtono, SH, menyatakan akan membawa kasus ini ke ranah hukum untuk memperoleh keadilan.
“Ini bukan hanya masalah pribadi. Tindakan ini merusak lingkungan, melanggar hukum, dan menimbulkan keresahan di masyarakat,” ujar Joko.
Seruan untuk Penegakan Hukum
Masyarakat dan tokoh setempat mendesak pemerintah Kabupaten Karanganyar dan aparat penegak hukum segera bertindak tegas. Penegakan hukum yang transparan sangat diperlukan agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk.
Laporan : iskandar