![]() |
Foto Agus : Tengah Dari Kanan. Bersama Time awak Media ketika Dikonfirmasi |
Usaha ini mempekerjakan sekitar 30 karyawan di sebuah bangunan yang berdiri di atas lahan hijau tanpa dilengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Meskipun memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan izin operasional melalui sistem OSS, usaha ini diketahui tidak memiliki dokumen penting lainnya, seperti izin lingkungan hidup, izin tata ruang, dan izin pengeringan.
Produksi di Lahan Hijau Tanpa Izin
UD Jamur Emas dikenal memproduksi barang rumah tangga seperti bantal, kasur, dan guling dengan harga terjangkau, mulai dari Rp15 ribu hingga Rp600 ribu. Namun, lokasi produksi yang berada di lahan hijau bertentangan dengan Pasal 8 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang melarang aktivitas industri di area tersebut.
“Ini pelanggaran serius. Pemerintah harus bertindak tegas terhadap pelanggaran ini demi menegakkan aturan hukum,” ujar seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya.
Pelanggaran yang Dilakukan UD Jamur Emas
1. Tidak Memiliki IMB atau PBG
Berdasarkan Pasal 115 UU Cipta Kerja, pendirian bangunan tanpa IMB atau PBG dapat dikenai sanksi administratif hingga penghentian operasional.
2. Pelanggaran Tata Ruang
Pendudukan lahan hijau untuk kegiatan industri melanggar Pasal 8 UU No. 26 Tahun 2007. Pelanggaran ini dapat berujung pada denda hingga miliaran rupiah atau pidana penjara.
3. Tidak Memiliki Izin Lingkungan Hidup
Aktivitas produksi tanpa izin lingkungan hidup melanggar Pasal 36 UU No. 32 Tahun 2009, dengan ancaman pidana 3 tahun penjara atau denda maksimal Rp3 miliar.
4. Tidak Ada Izin Pengeringan
Proses produksi yang melibatkan pengeringan bahan baku tanpa izin juga dianggap melanggar aturan lingkungan dan tata kelola usaha.
Pemilik Usaha di Bawah Tekanan
Agus, pemilik UD Jamur Emas, dinilai lalai dalam memenuhi kewajibannya untuk mengurus berbagai perizinan yang diwajibkan. Meskipun usahanya memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat sekitar, pengabaian terhadap hukum dapat berujung pada penghentian usaha dan potensi tuntutan pidana.
Tuntutan kepada Pemerintah Kabupaten Semarang
Kasus ini menggarisbawahi lemahnya pengawasan dari Pemerintah Kabupaten Semarang. Dinas terkait diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk menindak pelanggaran ini. Jika terus dibiarkan, pelanggaran seperti ini berpotensi merusak lingkungan dan tatanan hukum yang telah ditetapkan.
(Red/Time)