Tangerang | KompasX.com – Momen kelulusan (Graduation) siswa SD Islam Al Hasanah Angkatan ke-31 Tahun 2025 yang digelar pada Sabtu (14/6/2025) di Puribeta Hall, Kelurahan Larangan Utara, Kota Tangerang, justru memantik kontroversi di kalangan wali murid. Acara yang seharusnya menjadi simbol kebersamaan dan keberagaman, disorot karena sepenuhnya mengusung tema adat Minangkabau tanpa menampilkan budaya lain.
Acara berlangsung megah, namun sarat simbol-simbol budaya Minang—mulai dari desain undangan, MC yang menggunakan bahasa dan dialek khas Padang, hingga dekorasi panggung dan tata busana yang sepenuhnya menampilkan nuansa adat Sumatera Barat tersebut.
Wali Murid Bingung: Di Mana Budaya Lain?
Reaksi muncul dari sejumlah orang tua murid yang mempertanyakan mengapa hanya satu budaya yang ditonjolkan, padahal siswa SD Islam Al Hasanah berasal dari latar belakang yang sangat beragam—termasuk suku Betawi, Sunda, Jawa, Bugis, dan lainnya.
“Sekolah ini berada di tengah-tengah wilayah Betawi. Tapi kenapa budaya lokal dan budaya siswa lainnya tidak mendapat tempat? Ini bukan soal menolak budaya Minang, tapi soal keadilan budaya,” ujar seorang wali murid yang meminta agar namanya tidak dipublikasikan.
Sejumlah wali murid juga menyayangkan tidak adanya diskusi terbuka atau polling kepada orang tua siswa terkait pemilihan tema acara. Mereka menganggap panitia terkesan memaksakan pilihan yang tak mencerminkan representasi seluruh siswa.
Sekolah Belum Beri Klarifikasi, Spekulasi Panitia Muncul
Hingga berita ini diturunkan, pihak sekolah belum memberikan pernyataan resmi atas polemik yang mencuat. Di sisi lain, beredar kabar bahwa pemilihan tema Minangkabau ini didorong oleh dominasi panitia acara dari kalangan orang tua dan guru yang memiliki afiliasi kuat dengan budaya tersebut.
Tokoh masyarakat setempat menilai, SD Islam Al Hasanah seharusnya bisa menjadi contoh sekolah Islam yang mempromosikan nilai-nilai inklusif dan keberagaman budaya.
“Acara sekolah adalah ruang edukasi, bukan hanya pertunjukan. Anak-anak perlu diajak memahami bahwa Indonesia bukan milik satu budaya saja. Semua harus diwakili,” ujar salah seorang tokoh pendidikan yang hadir.
Momentum Refleksi: Pendidikan Inklusif Bukan Sekadar Kurikulum
Polemik ini menjadi refleksi bahwa pendidikan inklusif tidak hanya soal materi pelajaran di kelas, tapi juga soal praktik nyata dalam kehidupan sekolah, termasuk dalam seremoni seperti graduation. Keberagaman bukan untuk diperdebatkan, melainkan dirayakan bersama.
Sebagian orang tua berharap ke depan pihak sekolah lebih bijak dalam menentukan konsep acara. Mereka juga mendorong agar setiap kegiatan sekolah, apalagi berskala besar seperti perpisahan, didesain dengan semangat kebhinekaan dan konsultatif.
“Kalau bisa tahun depan diangkat tema ‘Pesona Budaya Nusantara’, jadi semua anak bisa merasa bangga membawa identitas budayanya masing-masing,” ujar seorang wali murid lainnya penuh harap.
Laporan:TN