![]() |
Foto istimewa |
Laporan resmi Pemkab Banggai Laut yang dirilis pada akhir Desember 2024 menyebutkan adanya sisa anggaran yang mencengangkan. Pendapatan daerah tercatat menyisakan Rp 85,3 miliar, sementara belanja operasi masih bersisa Rp 56,9 miliar. Belanja modal — yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur — bahkan menyisakan Rp 10,9 miliar. Pos belanja tidak terduga turut mencatat sisa Rp 144 juta, sedangkan pos belanja transfer justru mengalami minus Rp 10,8 miliar, mengindikasikan kelebihan realisasi dari anggaran yang ditetapkan.
Namun, angka-angka dalam laporan tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Ketua DPRD Banggai Laut, Patwan Kuba, SH, MH, yang menyebut bahwa temuan BPK hanya menyentuh angka sekitar Rp 30 miliar. Ketimpangan data inilah yang menjadi titik panas. Bagaimana mungkin sisa anggaran hingga ratusan miliar bisa direduksi hanya menjadi Rp 30 miliar dalam temuan resmi audit?
Ada Apa dengan Pengelolaan Keuangan Daerah?
Publik patut bertanya-tanya: apakah ada perbedaan definisi antara "sisa anggaran" dan "temuan BPK"? Atau, mungkinkah ada pengaburan data dan informasi demi menyelamatkan citra pihak tertentu?
Jika temuan BPK memang hanya mencakup sebagian kecil dari keseluruhan laporan, maka kenapa tidak ada klarifikasi resmi yang menjelaskan ruang lingkup dan parameter audit tersebut? Ketidakjelasan ini berpotensi menjadi bom waktu yang menggerus kepercayaan rakyat terhadap lembaga pemerintah dan legislatif.
Desakan Publik Menggema
Gelombang pertanyaan dan kecurigaan kini mengalir deras dari berbagai kalangan masyarakat. Lembaga swadaya masyarakat, tokoh adat, aktivis antikorupsi hingga masyarakat umum menuntut klarifikasi terbuka dan transparan dari Pemkab Banggai Laut, DPRD, dan BPK.
Setiap rupiah dari APBD adalah amanah rakyat. Maka pengelolaannya harus dijalankan secara akuntabel, jujur, dan tanpa manipulasi. Jika ada pihak yang bermain di balik angka-angka itu, publik berhak tahu — dan hukum wajib turun tangan.
Laporan : Jhon