Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Rakyat Susah, DPR Serakah: Mahasiswa Menyalakan Api Perlawanan di Depan DPRD Kalbar

Rabu, Agustus 27, 2025 | Agustus 27, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-27T15:20:49Z


Kompasx.Com// Pontianak, 27 Agustus 2025 — Gedung DPRD Kalimantan Barat pada Rabu sore berubah menjadi episentrum kemarahan publik. Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus mengepung parlemen, mengibarkan spanduk hitam, membakar ban, dan meneriakkan yel-yel yang mengguncang fondasi legitimasi kekuasaan.


Aksi dimulai sekitar pukul 15.00 WIB, ketika massa merapat ke halaman utama DPRD Kalbar. Suasana segera memanas: mahasiswa berorasi keras, mendesak aparat membuka barikade, dan mendorong gerbang parlemen. Situasi tegang, saling berhadapan antara massa mahasiswa dan aparat kepolisian, menandai apa yang mereka sebut sebagai “pengepungan parlemen.”


Lima Tuntutan Utama Mahasiswa

Dalam aksi ini, mahasiswa Kalbar mengusung lima tuntutan rakyat:

1. Pencabutan tunjangan DPR RI yang dinilai melambung tinggi di tengah kesulitan rakyat.

2. Pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai langkah nyata pemberantasan korupsi yang hingga kini masih mandek.

3. Kenaikan gaji guru dan dosen, karena penghasilan tenaga pendidik masih jauh dari rasa keadilan.

4. Penyelesaian persoalan PETI (Pertambangan Emas Tanpa Izin) di Kalimantan Barat, yang merusak lingkungan dan merampas ruang hidup masyarakat.

5. Penghentian sikap represif aparat, yang dianggap menggerus demokrasi dan seringkali merugikan rakyat.


    “Negara sudah kehilangan legitimasi ketika DPR hanya berpikir soal tunjangan, sementara rakyat hidup sengsara. Mahasiswa hari ini berdiri atas nama suara rakyat,” teriak salah satu orator dari atas mobil komando.


Wakil Rakyat Turun Menyapa Massa

Sekitar pukul 16.00 WIB, di tengah kawalan ketat aparat, Anggota DPRD Provinsi Kalbar, Zulfydar Zaidar Mochtar, hadir menemui mahasiswa. Ia menegaskan apresiasinya atas sikap kritis mahasiswa yang menolak rencana kenaikan tunjangan DPR.


“Suara mahasiswa adalah representasi keresahan rakyat yang wajib didengar. Wakil rakyat tidak boleh hanya berpikir soal kepentingan internal, tapi harus mengutamakan kondisi ekonomi masyarakat,” ujar Zulfydar di hadapan massa.


Ia menekankan, DPR wajib mendengar aspirasi rakyat; kritik mahasiswa merupakan kontrol sehat terhadap kebijakan, dan wakil rakyat harus terbuka serta bertanggung jawab atas suara publik. Kehadirannya memberi sinyal bahwa tidak semua legislator tuli terhadap jeritan masyarakat.


Api Perlawanan dan Krisis Legitimasi

Tak lama berselang, api perlawanan benar-benar menyala. Ban dan ranting dibakar tepat di depan pintu utama DPRD, asap hitam membubung di bawah lambang parlemen. Spanduk bertuliskan “DPR Serakah, Rakyat Susah, Hapuskan Tunjangan DPR” dan “Rakyat Efesien, DPR Selebrasi” berkibar keras, menandai kemarahan rakyat yang tak terbendung.


Menjelang pukul 17.00 WIB, ketegangan mencapai puncaknya. Aparat Penegak Hukum (APH) bersama satuan pengamanan gabungan melakukan pembubaran paksa. Mahasiswa dipukul mundur dari halaman DPRD ke ruas Jalan Ahmad Yani, hingga ke depan Kantor Gubernur Kalbar. Dorong-mendorong terjadi, situasi kian panas, dan jalan protokol berubah menjadi arena benturan antara suara rakyat dan tameng negara.


Demokrasi di Persimpangan Jalan

Aksi ini bukan sekadar demonstrasi, melainkan potret nyata krisis legitimasi parlemen dan pemerintah. Di satu sisi, mahasiswa membawa aspirasi rakyat yang menolak keserakahan politik; di sisi lain, aparat tampil sebagai tameng kekuasaan yang membungkam kritik.


“Hari ini kami dibubarkan, tapi sejarah akan mencatat siapa yang berdiri bersama rakyat, dan siapa yang hanya jadi alat oligarki,” tegas salah seorang mahasiswa sebelum massa tercerai-berai.


Aksi mahasiswa di depan Gedung DPRD Kalbar pada 27 Agustus 2025 telah menyingkap dua wajah kekuasaan: parlemen yang sibuk mengamankan kepentingan internal, dan rakyat yang dipaksa berteriak di jalanan demi keadilan. Api yang membakar gerbang DPRD bukan sekadar amarah sesaat, melainkan simbol krisis legitimasi.


Ketika DPR asyik dengan tunjangan, rakyat menanggung beban kesusahan. Ketika aparat mengedepankan represi, demokrasi makin terkikis. Sejarah akan mencatat: mahasiswa berdiri di barisan depan rakyat, sementara parlemen terjebak dalam pesta tunjangan dan kehilangan nurani.


Rakyat susah, DPR serakah. Dan api perlawanan hari ini adalah pesan keras: suara rakyat tidak bisa dibungkam.


Kompas Andri

×
Berita Terbaru Update