![]() |
Foto ketika sidang Berlangsung |
Penundaan ini menyulut amarah dan kekecewaan, terutama dari ratusan sopir truk yang sejak awal konsisten mengawal jalannya sidang. Mereka percaya, Adi — seorang admin depo pasir — menjadi korban kriminalisasi brutal oleh aparat penegak hukum.
Polresta Magelang Menutup Mulut, Kecurigaan Publik Meledak
Atmosfer ruang sidang kian panas usai tim hukum Polresta Magelang memilih bungkam saat didekati wartawan. Tak sepatah kata pun keluar, seolah-olah publik tak pantas tahu kebenaran.
“Kalau mereka tak bersalah, kenapa harus sembunyi?” tanya seorang sopir dengan nada tajam, kecewa karena harapan akan transparansi pupus begitu saja.
Kuasa Hukum: Ada “Permintaan Damai” Rp250 Juta dari Penyidik
Kuasa hukum Adi, Radetya Andreti H.N., S.H., tampil garang. Ia menyebut penetapan tersangka terhadap kliennya sebagai cacat hukum dan penuh rekayasa.
“Tak ada pemeriksaan sebagai calon tersangka, alat bukti nihil, dan penyidikan dilakukan secara serampangan. Ini bukan kelalaian, ini penyalahgunaan kewenangan!” tegas Radetya.
Yang lebih mencengangkan, Radetya mengungkap bahwa ada oknum penyidik Polresta Magelang yang diduga meminta uang damai sebesar Rp250 juta.
“Ini bukan perkara kecil. Uang damai? Di tengah proses hukum? Penegakan hukum bukan ladang transaksi!” ucapnya tajam, membuat suasana konferensi pers mendidih.
Suara Rakyat Mendidih: “Jika Polisi Bungkam, Kami Akan Teriakkan Kebenaran!”
Puluhan sopir truk yang mengawal sidang tak tinggal diam. Mereka membawa poster-poster berisi seruan keras:
“Stop Kriminalisasi Pekerja Kecil!”,
“Hukum Jangan Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas!”
“Kalau Adi yang cuma karyawan bisa ditersangkakan, kenapa pemilik depo dibiarkan bebas? Ini keadilan macam apa?” seru salah satu sopir penuh emosi.
Mereka menegaskan, aksi belum selesai. Mereka berjanji hadir kembali dengan jumlah lebih besar pada sidang berikutnya.
“Ini bukan cuma soal Adi. Ini tentang martabat kami. Kami muak diperlakukan seperti sampah,” tegas salah satu koordinator lapangan.
Putusan Ditunda: Keadilan Menanti, Tekanan Membesar
Sidang yang ditunda ini tak sekadar memperpanjang proses, tapi juga memperlebar jurang kecurigaan terhadap sistem hukum. Kini semua mata tertuju pada hakim tunggal: apakah akan berpihak pada kebenaran atau membiarkan ketidakadilan terus bercokol?
“Kalau dikabulkan, status tersangka otomatis gugur. Tapi kalau ditolak, perlawanan akan terus membesar,” ucap Radetya dengan nada tegas.
Rakyat tak lagi ingin sekadar menjadi penonton.
“Kami bukan massa bayaran. Kami rakyat. Dan kalau hukum tak berpihak pada kami, kami yang akan menggugat balik!” tutup seorang sopir sambil mengepalkan tangan ke udara.
Laporan:jh