KOMPASX.COM// SERANG – Slogan "pendidikan gratis" di sekolah negeri kembali diuji. SMAN 1 Kota Serang kini menjadi sorotan tajam setelah beredarnya surat pemberitahuan iuran buku tahunan dan foto ijazah dengan nominal fantastis mencapai Rp420.000 per siswa kelas XII. Meski dibungkus label "sukarela", besarnya angka tersebut dinilai mencekik dan mencederai integritas institusi pendidikan.
Modus "Inisiatif Siswa" dan celah komite. Dokumen yang beredar merinci pungutan sebesar Rp390.000 untuk buku tahunan dan Rp30.000 untuk dokumentasi ijazah. Mirisnya, beban finansial ini diklaim sebagai produk hasil rapat perwakilan murid pada Agustus 2025. Penggunaan siswa sebagai "tameng" untuk melegalkan penarikan dana ini dianggap sebagai modus klasik guna menghindari jerat hukum pungutan liar (pungli).
Padahal, berdasarkan Permendikbud No. 75 Tahun 2016, segala bentuk penggalangan dana di sekolah harus melalui mekanisme Komite Sekolah yang transparan, bersifat sumbangan, dan tidak ditentukan nominalnya. Penentuan angka Rp420.000 secara paten jelas menabrak prinsip tersebut.
Bungkamnya Otoritas: Ada Apa dengan Disdik Banten?
Hingga berita ini diturunkan, Selasa (30/12/2025), Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Provinsi Banten tampak enggan bersuara. Sikap diam otoritas pendidikan ini menimbulkan tanda tanya besar: Apakah ada pembiaran terhadap praktik komersialisasi di lingkungan sekolah negeri?
Ketidakhadiran tanggapan dari pihak Komite SMAN 1 Kota Serang juga memperkeruh suasana. Sebagai lembaga pengawas, Komite seharusnya menjadi garda terdepan dalam mencegah pungutan yang memberatkan, bukan justru menjadi penonton saat oknum-oknum di lingkungan sekolah diduga mengambil keuntungan pribadi di balik proyek tahunan ini.
Desakan Audit dan Investigasi
Beberapa orang tua murid yang meminta identitasnya dirahasiakan mengaku resah. Mereka mencurigai adanya "titipan" kepentingan dari oknum guru atau pihak ketiga dalam proyek buku tahunan ini.
> "Labelnya sukarela, tapi kalau tidak ikut, siswa merasa tertekan secara sosial. Ini sudah jadi bisnis dalam sekolah," ujar salah satu wali murid dengan nada kecewa.
Publik kini mendesak Inspektorat dan Dinas Pendidikan Provinsi Banten untuk segera melakukan audit investigatif terhadap SMAN 1 Kota Serang. Jika dibiarkan, praktik "sumbangan rasa pungutan" ini akan terus menjamur dan merusak akses pendidikan yang berkeadilan di Provinsi Banten. (Red)
