![]() |
Foto istimewa bersama Kapala Desa dan stas Dinas perijinan |
Kabupaten Semarang - KompasX.com _ Sebuah proyek hortikultura milik warga negara asing (WNA) di Kecamatan Sumowono kembali memicu polemik. Tidak hanya menabrak aturan tata ruang dan berdiri tanpa izin resmi, respons lamban dari dinas perizinan menambah panjang daftar permasalahan. Diduga ada pembiaran yang membuat pelanggaran terus terjadi, meskipun berbagai pihak telah menyampaikan keberatan.
Pembiaran Sistematis Memperburuk Situasi
Kepala Desa Sumowono, Budi, angkat bicara mengenai proyek hortikultura milik Syeh Mad Sabawi, seorang WNA yang belum mengantongi status warga negara Indonesia (WNI). “Sejak awal, proyek ini tidak pernah mendapatkan izin. Tapi, meski sudah ada banyak kunjungan dari LSM, media, bahkan Satpol PP, tetap tidak ada tindakan tegas. Ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum,” tegas Budi.
Ia menambahkan, pemilik proyek juga dianggap tidak menghormati adat istiadat setempat. “Dia seperti tidak kulonuwun (permisi) ke warga. Sikapnya arogan, bahkan cenderung menantang aturan,” ungkapnya.
Respons Lambat dari Dinas Perizinan
Pada Jumat (29/11), staf dinas perizinan sempat menemui awak media dan kepala desa di kantor desa Sumowono. Namun, pertemuan yang dinantikan sejak pagi hingga menjelang waktu sholat Jumat tidak membuahkan hasil. “Kami sudah menunggu dari pukul 08.00, tapi mereka hanya diam tanpa memberikan jawaban yang jelas,” kata salah satu jurnalis yang hadir di lokasi.
Ketika ditanya langsung apakah dinas sengaja membiarkan proyek ilegal ini beroperasi, perwakilan dinas hanya diam. Sikap bungkam ini memicu kekecewaan mendalam dari media dan masyarakat yang berharap ada tindakan konkret.
![]() |
Foto istimewa |
Pelanggaran Tata Ruang dan Regulasi Perizinan
Proyek hortikultura ini berdiri di atas lahan hijau yang seharusnya berfungsi sebagai area resapan air. Berdasarkan Pasal 69 Ayat (1) UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pembangunan di zona hijau tanpa izin dapat dikenai sanksi pidana maksimal tiga tahun penjara atau denda hingga Rp500 juta.
Selain itu, proyek ini juga tidak memiliki izin lokasi, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), atau izin usaha. Hal ini melanggar UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang menyatakan bahwa setiap pelanggaran perizinan dapat dikenai denda administratif, pembekuan, hingga pembongkaran paksa bangunan.
Arogansi Pemilik Proyek: Media Diusir dengan Kasar
Ketika awak media mencoba meminta klarifikasi langsung kepada Syeh Mad Sabawi, mereka malah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan. Pemilik proyek secara terang-terangan mengusir jurnalis yang sedang menjalankan tugas.
Tindakan ini melanggar Pasal 18 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang melarang siapa pun menghalangi tugas jurnalistik. Ancaman hukum untuk tindakan ini adalah pidana dua tahun penjara atau denda hingga Rp500 juta.
Seorang jurnalis yang diusir menyatakan, “Kami datang untuk memberikan pemberitaan yang berimbang. Tapi yang kami dapatkan malah intimidasi. Ini jelas bentuk penghalangan kerja pers.”
![]() |
Foto istimewa |
Desakan dari Warga dan Media
Masyarakat sekitar mengaku terganggu dengan keberadaan proyek yang tidak hanya ilegal, tetapi juga berpotensi merusak lingkungan. “Kalau aturan hanya berlaku untuk rakyat kecil, lalu bagaimana dengan kasus seperti ini? Kami ingin pemerintah bertindak tegas dan menunjukkan bahwa hukum masih berfungsi,” ujar salah seorang warga.
Desakan utama yang disampaikan oleh warga dan media adalah:
1. Pemeriksaan menyeluruh terhadap legalitas proyek.
2. Sanksi tegas bagi pelanggaran tata ruang dan perizinan.
3. Penyelidikan atas dugaan pembiaran oleh dinas terkait.
4. Tindakan hukum terhadap pemilik proyek atas arogansi dan penghalangan kerja pers.
Teguran Keras untuk Dinas Perizinan
Lambannya respons dari dinas perizinan menjadi sorotan utama dalam kasus ini. Ketidaktegasan aparat memperkuat dugaan adanya praktik pembiaran yang terstruktur. Jika tidak segera ditindaklanjuti, kasus ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan tata kelola pemerintahan.
Kesimpulan: Jangan Sampai Hukum Tumpul ke Atas
Kasus ini menjadi cerminan serius tentang pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan. Apabila proyek ini terus dibiarkan tanpa tindakan, maka rasa keadilan masyarakat akan semakin terkikis. Pemerintah, khususnya aparat terkait, harus segera mengambil langkah nyata untuk memastikan aturan ditegakkan tanpa pandang bulu.
(Red/Time)