![]() |
Foto : kwitansi yang didapat dari salah satu sumber |
Peristiwa memilukan ini terjadi pada Rabu (25/6/2025). Alek S, orang tua siswa, mengaku kecewa berat saat mendatangi sekolah dan mendapati ijazah anaknya belum bisa diambil. Alasannya pun sungguh menyakitkan—tunggakan LKS.
“Saya benar-benar tidak menyangka sekolah negeri bisa seperti ini. Anak saya sudah lulus, tapi haknya untuk menerima ijazah malah ditahan hanya karena LKS. Bukankah negara menjamin pendidikan dasar yang bebas pungutan?” keluh Alek.
Pihak sekolah melalui Humas, Abdul Hamid, membenarkan bahwa memang ada tunggakan yang belum dilunasi. Namun ia berdalih bahwa ini bukan penahanan resmi.
“Tidak ada penahanan ijazah. Ini hanya bentuk penertiban administrasi saja,” ucapnya.
Namun, publik melihat ini sebagai bentuk pengkondisian yang menghalangi siswa mendapatkan hak dasarnya. Dalam beberapa kasus sebelumnya, pihak sekolah disebut tetap menyerahkan ijazah meski ada tunggakan. Tapi kali ini, kebijakan berubah—dan sangat merugikan siswa.
Diduga Langgar Aturan Pendidikan dan UU Perlindungan Anak
Penahanan ijazah dengan alasan keuangan non-akademik seperti LKS bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Praktik ini dinilai melanggar Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa sekolah negeri dilarang melakukan pungutan wajib yang bersifat memaksa.
Tak hanya itu, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak secara tegas menjamin bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan tanpa hambatan diskriminatif, termasuk dalam hal administratif.
Pakar hukum pendidikan yang Engan disebut Namanya, menyebut praktik penahanan ijazah ini sebagai bentuk maladministrasi. Dalam sudut pandang pelayanan publik, hal ini melanggar prinsip keadilan, kepastian hukum, dan aksesibilitas.
“Ijazah adalah hak anak. Tidak boleh ada alasan administrasi atau finansial yang membuat siswa kehilangan haknya. Sekolah bukan lembaga penagih utang,” tegas seorang pemerhati pendidikan nasional.
Masyarakat Desak Dinas Pendidikan Bertindak Tegas
Kasus ini langsung memicu kemarahan dan keprihatinan masyarakat. Banyak yang mengecam praktik jual beli LKS yang diduga menjadi pintu masuk pungutan terselubung di sekolah negeri.
Alek S selaku orang tua siswa meminta agar Dinas Pendidikan Kabupaten Wonosobo segera turun tangan dan melakukan evaluasi menyeluruh.
“Saya berharap ada langkah nyata, jangan sampai kasus seperti ini dianggap sepele. Pendidikan bukan untuk diperjualbelikan,” tegasnya.
Kini masyarakat menanti: Apakah Dinas Pendidikan Wonosobo berani bertindak tegas? Atau justru membiarkan pelanggaran ini terus berulang?
Laporan: isk