![]() |
Foto ketika warga mempertanyakan setelah sekian lama bungkam |
Langkah ini merupakan buntut dari rapat mendesak yang digelar di Uemalingku, Desa Kolo Atas, dengan dihadiri oleh perwakilan perusahaan, Pemerintah Desa Opo, BPD Opo, serta pihak Kecamatan Bungku Utara. Rapat tersebut bukan inisiatif perusahaan, melainkan buah dari kemarahan kolektif warga Desa Opo yang merasa hak mereka atas skema 70:30 pembagian plasma selama ini diinjak-injak oleh pihak PT CAS.
“Sudah cukup kami bersabar. Tapi sabar ada batasnya!” tegas Kepala Desa Opo, Nurbandu, di hadapan forum. Ia menyebut bahwa dari total sekitar 500 hektar lahan, hanya 260 hektar yang ditanami kelapa sawit. Namun, perusahaan secara sepihak menjadikan 260 hektar itu sebagai dasar pembagian plasma, tanpa transparansi atau verifikasi bersama masyarakat.
Pernyataan itu mempertegas kecurigaan bahwa PT CAS bermain licik dalam mengakali data. Langkah mereka dinilai hanya sebagai “pemanis sesaat” demi meredam gejolak warga, bukan bentuk tanggung jawab nyata.
Mamat, tokoh masyarakat Desa Opo, bahkan secara blak-blakan menyebut langkah perusahaan sebagai taktik penenang sementara. “Kami bukan bodoh. Lokasi boleh ditunjuk, tapi kami ingin verifikasi menyeluruh, dan kami tidak akan memberi izin aktivitas apapun sebelum ada MOU resmi, ditandatangani di hadapan pemerintah kabupaten, kecamatan, dan seluruh unsur masyarakat,” ujarnya tajam.
Ia menegaskan bahwa plasma bukan belas kasihan, tapi hak mutlak masyarakat yang dijamin dalam regulasi. PT CAS, kata Mamat, harus menyerahkan 30% dari lahan yang telah mereka kelola dan tanami, bukan sekadar “mengklaim” dan mengatur sepihak.
“Selama ini perusahaan mengulur-ulur, memberi harapan kosong. Sekarang masyarakat sudah tidak bisa dibodohi lagi. Tunjukkan dokumen! Tunjukkan niat baik! Kalau tidak, lebih baik angkat kaki dari wilayah kami,” ucap Mamat lantang.
Verifikasi lokasi plasma menjadi syarat mutlak bagi warga. Mereka mendesak agar semua proses dilakukan secara terbuka dan terukur, guna mencegah manipulasi data dan potensi konflik horizontal di masa depan.
“Kami trauma dengan janji-janji manis yang ujungnya pengkhianatan,” tutup Mamat.
Hingga saat ini, PT CAS belum memberikan keterangan resmi terkait hasil verifikasi lokasi. Masyarakat menegaskan bahwa konflik tidak akan mereda sebelum hak mereka dipenuhi secara adil dan transparan.