Kompasx. com// Pontianak, 20 September 2025 – Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kalimantan Barat dari Pajak Air Permukaan (PAP) meningkat tajam, mencapai Rp25 miliar per tahun setelah tarif pajak dinaikkan dari Rp250 menjadi Rp800 per meter kubik. Namun, di balik capaian fiskal tersebut, aktivis lingkungan mempertanyakan di mana tanggung jawab pemerintah terhadap kelestarian sungai dan hutan di provinsi yang dikenal sebagai “paru-paru dunia” itu.
Kepala Bapenda Kalbar, menyebut kenaikan tarif PAP berhasil mendongkrak pendapatan daerah hingga tiga kali lipat. Kalbar bahkan diklaim sebagai provinsi dengan penerimaan PAP tertinggi di Pulau Kalimantan.
Namun, bagi aktivis lingkungan, keberhasilan itu belum menjawab persoalan ekologis.
“Pemerintah bangga PAD naik, tapi masyarakat melihat sungai tercemar, banjir semakin sering, dan lahan gambut terbakar. Dari Rp25 miliar itu, mana alokasi nyata untuk pemulihan lingkungan?” ujar seorang aktivis di Pontianak, Kamis (18/9).
Dampak Lingkungan yang Nyata
Fenomena banjir kilat di Pontianak dan Singkawang, penurunan kualitas air Sungai Kapuas sebagai sumber air baku, hingga kebakaran lahan gambut di Kubu Raya dan Ketapang menjadi indikator rapuhnya tata kelola lingkungan. Aktivis menilai, meningkatnya PAD justru harus diikuti dengan investasi serius dalam pencegahan bencana ekologis.
“Kalau hujan dua jam saja kota sudah banjir, sementara kemarau sebulan saja gambut terbakar, artinya ada masalah serius. Pajak tidak boleh berhenti pada angka, tapi harus kembali ke rakyat dalam bentuk lingkungan yang sehat,” tegasnya.
Kebijakan Tak Menyentuh Ekologi
Saat ini, pungutan PAP sepenuhnya masuk ke kas daerah tanpa pos anggaran khusus untuk rehabilitasi sungai maupun perlindungan hutan. Para pemerhati lingkungan mendorong agar minimal 30 persen dari hasil pajak dialokasikan untuk:
restorasi sungai dan daerah tangkapan air,
pengendalian karhutla, serta
pemantauan kualitas air berbasis teknologi.
“Jika tidak, pajak ini hanya jadi semacam izin berbayar bagi perusahaan untuk terus mengambil air permukaan tanpa tanggung jawab ekologis,” kata aktivis lainnya.
Harapan Publik
Aktivis menegaskan, PAD bukan sekadar angka di laporan pemerintah. Keberhasilan sejati adalah air bersih yang tetap mengalir, hutan gambut yang terlindungi, dan rakyat yang tidak menanggung biaya ganda akibat banjir dan asap kebakaran.
“PAD Kalbar dari pajak air permukaan boleh naik Rp25 miliar, tapi tanpa arah ekologis ia hanya jadi upeti sah atas kerusakan sungai dan gambut. Pemerintah harus membuktikan apakah Rp25 miliar itu sekadar simbol fiskal, atau benar-benar solusi bagi krisis lingkungan Kalbar,” pungkas aktivis Kalbar, Andri.
Tim